MASIGNASUKAv102
1508570391356967755

Tali Soh di Car Free Day Jakarta

Tali Soh di Car Free Day Jakarta
Add Comments
13 September 2018


“Bukankah rejeki itu sudah ada yang atur? Seperti di Car Free Day ini, rejeki saya sudah ada di sepanjang jalan dengan keliling berjualan kerajinan Tali Soh.” Ungkap pria yang berdiri didepan saya dengan semangat, sambil sesekali melihat sekitar tanpa perlu menjajakan kerajinannya.
 
Car free day Jakarta
Car Free Day Disekitaran Bundaran HI

Bertemunya kaum urban dan pencari rejeki

Iya, Car Free Day Jakarta. merupakan tempat dimana berkumpulnya para kaum urban dan para pencari rejeki. Jika kaum urban yang datang kesini, umumnya untuk olahraga demi mengeluarkan keringat, berbeda halnya dengan mereka para pencari rejeki. Mereka datang dan berharap demi lembaran rupiah yang mereka harapkan. Beberapa kuliner, barang penunjang olahraga hingga jasa sewa alat semua tersedia di Car Free Day Jakarta. Hingga aku secara tidak sengaja dipertemukan dengan sesosok pedagang dengan barang dagangan yang unik.

Pria yang selanjutnya saya kenal sebagai Pak Sukiman ini terlahir 11 tahun sebelum Indonesia merdeka. Keriput diwajahnya, serta putih rambutnya tak menyurutkan niatnya untuk keliling membawa dagangan, dengan kereta dorong modifikasi lipat buatannya. Suaranya masih lantang dan sangat jelas terdengar, meskipun umurnya sudah 83 tahun. Usianya memang tak lagi muda, tetapi semangatnya, selantang koar tentara dizamannya, meskipun memang beliau tidak lulus Sekolah Rakyat (SR).

Baca juga: Ina Sang Pencari Kerang


Pak Sukiman perajin tali soh
Sosok Pak Sukiman


Mengais rezeki dengan tali soh

Awalnya beliau datang di Jakarta bersama istri pada tahun 1958 dan bekerja di kantor Asuransi kawasan Cokroaminoto hingga pensiun dan memutuskan membuat kerajinan. Di kereta dagangannya, sudah bergantungan pilinan tali strapping warna-warni saling menyilang, berbaris menjuntai, diatasnya tertulis, “Dijual Seni Kerajinan Unik dan Antik, Jakarta-Langka”, yang membuat sesekali penikmat car freeday berhenti sejenak, sambil melihat-lihat kerajinan apakah gerangan yang dimaksud. Satu-dua orang mampir, satu-dua itu pula barang terpajang laris dibeli.

“Ini namanya kerajinan Soh mas”, celoteh beliau ketika selesai melayani pembeli.


“Soh” sendiri dalam bahasa Jawa berarti tali sapu, dan dari sini lah kerajinan tali soh itu berkembang. Teknik yang beliau dapatkan ketika belajar di SR dahulu, ternyata bisa menghasilkan kerajinan bernilai jual hanya dengan memanfaatkan tali strapping yang dibuang dari toko bangunan. Tidak butuh modal besar untuk membuatnya, karena semuanya berasal dari barang yang sudah tidak terpakai lagi. 


Kerajinan tali temali
Kerajinan Soh

Dari tangan beliau lah, muncul produk unik berbentuk ketupat, persegi dan rantai yang semuanya berasal dari tali strapping. Cara membuatnya pun gampang, cukup dengan membelah dua tali strapping kemudian disusun saling menyilang beda warna, hingga akhirnya dipilin menyesuaikan bentuk yang kita inginkan.

“Terus kenapa dijualnya di car free day pak, kan acaranya cuma ada setiap akhir pekan?” selidik saya lebih mendalam.

“Oh. Kalau jualan di car free day, itu enak, saya tidak perlu teriak-teriak panggil pembeli, cukup melihat tulisan diatas. Nah, disini juga saya bisa sambil refreshing. Saya itu suka jalan orangnya” jawab beliau dengan sungguh-sungguh dan lagi-lagi dengan suara lantangnya yang jelas.

Sontak jawaban ini, membuatku tersenyum. Lagi-lagi saya teringat trend anak muda sekarang, menghabiskan banyak uang hanya untuk sekedar menikmati kegiatan bernama “refreshing”. Hal ini kontra dengan beliau tunjukkan, bagaimana menghasilkan uang sekaligus menikmati refreshing, sesederhana itu. Suatu teguran luar biasa, sekaligus sosok yang patut untuk diteladani. Tidak hanya meneladani kesederhanaan beliau, tetapi juga semangat beliau untuk tetap mencari rejeki demi menghidupi istri, anak serta cucunya diumur yang hampir seabad.

 
Tali soh di car free day
Pembeli yang tertarik Kerajinan Soh

Sebuah renungan

Bagi beliau, Jakarta memang tempat asyik untuk dinikmati semenjak pertama kali datang, bahkan masih jelas terekam ucapan sederhana, “jangan pernah mengeluh tentang banjir dan macet, karena semua hal tersebut kita sendiri yang ciptakan begitupun dengan perubahan-perubahan lainnya. Sama seperti rejeki, selagi kita memiliki tenaga dan kemampuan, jangan pernah mengeluh mengapa rejeki tidak menghampiri kita, karena percayalah, rejeki sudah ada yang atur, tinggal bagaimana kita mengais dan mengumpulkannya dalam setiap usaha terbaik kita”.


Benarlah adanya, tidak ada usaha terdustai hasil dan tidak ada rejeki yang didapatkan tanpa adanya usaha. Sama seperti beliau, yang tetap semangat menghadapi masa senjanya dalam hiruk pikuk perubahan Jakarta tanpa perlu mengharapkan uluran tangan orang lain. Dari beliau kita belajar bahwa, sejatinya setiap rejeki sudah ada caranya masing-masing untuk diraih, yang penting dengan cara halal.

Talif

Saat ini selain sebagai blogger juga bekerja sebagai technical team khususnya dalam dunia kimia perminyakan.

  1. Keren mas tulisan nya. Terlebih tentang rezeki dan tiada usaha yang terdustai hasil.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya. Bener. Banyak belajar memang kita dari orang tua.

      Delete
  2. wah pencerahan banget mas artikelnta

    ReplyDelete
  3. Usaha dan kerja keras memang tidak pernah mengkhianati hasil..
    Salut sama perjuangan Pak Sukiman yang menampar anak-anak muda yang suka menghamburkan uang untuk refreshing, sementara beliau bisa mengumpulkan uang sambil refreshing..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener sekali, apalagi dengan melihat umur beliau jadi tambah motivasi buat kita anak muda

      Delete
  4. Pak Sukiman kreatif banget yah. Keren matchingin warna kerajinan tali soh nya. Terima kasih buat pembelajaran hidupnya , Kak Taumy.

    ReplyDelete
  5. Hebat Pak Sukiman, walaupun usianya sudah 83 tahun, masih tetap bisa berkarya secara kreatif.

    ReplyDelete