MASIGNASUKAv102
1508570391356967755

Langkah Kecil Untuk Solusi dari Krisis Iklim

Langkah Kecil Untuk Solusi dari Krisis Iklim
Add Comments
14 January 2021

 Apa yang terlintas pertama kali ketika mendengar kata ‘hutan’? Apakah hijau, lestari, punah, kebakaran atau penebangan liar? Bisa jadi masing-masing orang memiliki jawaban yang berbeda. Tetapi, sadar atau tidak, semakin hari jumlah lahan hutan semakin berkurang. Aku sendiri mengalami hal itu.

 

Dahulu, keberadaan hutan benar-benar dekat dengan kehidupan sebagai sumber pangan. Mulai dari keberadaan pohon sagu hingga obat-obatan yang semuanya berasal dari hutan. Tetapi kini, beberapa lahan hutan sudah menjadi perkebunan dan pemukiman sehingga sangat mempengaruhi kehidupan di sekitarnya. Seperti kehadiran sagu sebagai sumber pangan, perlahan-lahan mulai berkurang.

 

Bahkan, sadar atau tidak masyarakat yang tinggal jauh dari area hutan juga mulai merasakan dampaknya. Salah satunya adalah perubahan iklim yang tidak menentu alias krisis iklim.

 

Terkait keberadaan hutan dan rasa cinta kepada Indonesia, pada tanggal 8 Januari 2021 lalu telah dilaksanakan, I Love Indonesia Blogger Gathering dengan tema Peran Pemuda Untuk Indonesia yang merupakan hasil kolaborasi antara Golongan Hutan dengan Blogger Perempuan Network.

 

Acara ini menghadirkan 3 narasumber keren yaitu Bapak Edo Rakhman selaku Koordinator Koalisi Golongan Hutan, Anindya Kusuma Putri sebagai influencer pencinta lingkungan dan Syaharani sebagai Mahasiswi Penggiat Aksi Jeda untuk Iklim. Turut hadir sebagai moderator, Fransiska Soraya dan 30 finalis blogger lainnya.

 

solusi krisis iklim

Ketika Deforestasi dan Kebakaran Hutan Menjadi Ancaman.

Sebagai bagian dari generasi milenial, kehadiran pemuda memang sangat penting dalam segala bidang. Apalagi di zaman teknologi sekarang, dimana informasi begitu gampang untuk diakses.

 

Melalui I Love Indonesia Blogger Gathering yang diselenggarakan secara virtual, mampu memberikan pengetahuan akan manfaat dari hutan. Selain itu juga  awareness akan dampak deforestasi dan kebakaran hutan.

 

Nah, ternyata berdasarkan hasil survey Yayasan Indonesia Cerah dan Change.org yang disampaikan oleh Bapak Edo Rakhman menunjukkan bahwa 89% responden dengan rentang usia 20-30 tahun sangat khawatir akan dampak krisis iklim dengan kekhawatiran teratas adalah krisis air, krisis pangan dan peluang pandemi lainnya.

 

Selain itu, hasil survey ini menunjukkan hal yang mengejutkan lainnya yaitu hampir setengah responden sepakat bahwa emisi gas rumah kaca (GRK) berasal dari deforestasi dan kebakaran hutan.

 

Seperti yang sering kita dengar bersama, baik di platform berita, media massa, radio dan TV bahwa Indonesia sering sekali terjadi kebakaran hutan. Entah disengaja dengan tujuan pembukaan lahan atau pun terbakar akibat krisis kemarau. Dampaknya, emisi gas rumah kaca naik sekaligus mengurangi jumlah hutan dan ending-nya adalah krisis iklim.

 

Hal ini lah menjadi ancaman ke depan, baik berdampak langsung dengan kehidupan kita yang sekarang maupun buat anak cucu kita kelak.

 

Blogger Gathering
Peserta I Love Indonesia Blogger Gathering


Saat Krisis Iklim Terjadi

Berbicara tentang iklim, maka harus dipahami dulu perbedaan antara iklim dan cuaca. Iklim sendiri merupakan kondisi rata-rata cuaca dalam waktu yang panjang. Iklim bisa terjadi selama bertahun-tahun. Sedangkan cuaca adalah seluruh fenomena yang terjadi di atmosfer bumi dan dapat diukur harian (jangka waktu pendek).

 

Ketika krisis iklim terjadi maka komposisi atmosfer secara global mengalami perubahan. Umumnya sih, krisis iklim berasal dari aktivitas manusia baik secara langsung maupun tidak.


Ketika krisis iklim terjadi, maka sudah pasti memiliki dampak yang membahayakan seperti yang disampaikan oleh Syaharani pada saat gathering yaitu:

1. Mencairnya es dan kenaikan permukaan laut; akibat suhu bumi yang meningkat sebagai bagian dari efek rumah kaca.

2. Intensitas bencana alam dan cuaca ekstrim; berpeluang terjadi silih berganti, bahkan terkadang tidak sadar bahwa cuaca ekstrim yang terjadi secara tiba-tiba dan membahayakan kehidupan.

3. Konflik sosial berkepanjangan; kekurangan lahan yang menyebabkan perbedaan strata ekonomi akan memunculkan konflik sosial.

4. Wabah penyakit; seperti malaria yang seharusnya berada di area endemik tetapi sekarang sangat mudah menyebar ke area pemukiman penduduk.

 

Solusi untuk Menyelamatkan Bumi

Krisis iklim memang sudah terjadi, tetapi bukan berarti tidak ada yang bisa dilakukan. Berdasarkan hasil survey change.org berikut beberapa hal mampu meminimalisir krisis iklim.

 

1. Stop penebangan dan pembakaran hutan beserta lahan.

Memutus rantai krisis iklim dimulai dari sumber masalahnya seperti penebangan dan pembakaran hutan. Jika proses ini secara bertahap di stop, maka ke depan bukan hal yang tidak mungkin, langit cerah akan didapatkan tanpa harus khawatir akan emisi gas rumah kaca.

 

2. Mulai beralih ke energi baru terbaharukan dan membiasakan diri untuk tidak bergantung pada energi yang berasal dari fosil.

Merubah perilaku memang hal sulit tetapi bukan berarti tidak bisa. Terbiasa menggunakan energi fosil yang ketika mengalami proses pembakaran akan menghasilkan gas CO dan CO2 yang akan meningkatkan efek rumah kaca sehingga krisis iklim terjadi.

 

Proses peralihan dari energi fosil ke energi baru terbarukan, benar-benar akan membantu dalam mengurangi produksi gas CO dan CO2. Seperti menggunakan listrik yang berasal dari tenaga angin atau mikrohidro.


3. Memulai dan membiasakan diri berperilaku hidup yang ramah lingkungan.

Sebuah langkah besar dimulai dari satu langkah awal. Mungkin sebagian dari kita sudah terbiasa belanja menggunakan kantong plastik sekali pakai. Efeknya, bakal menjadi limbah plastik. Padahal plastik sendiri sangat sulit terurai oleh lingkungan, butuh waktu puluhan hingga ratusan tahun baru akan terdegradasi.

 

Agar perilaku ramah lingkungan menjadi langkah awal, maka tidak ada salahnya jika belanja membawa kemasan seperta tote bag sebagai wadah belanja sehingga akan mengurangi penggunaan plastik. Kebiasaan sederhana untuk masa depan yang cerah.

 

4. Proses pengelolaan limbah dan polusi yang dihasilkan oleh industri.

Pernah tidak melihat cerobong asap dari industri berwarna coklat hingga hitam pekat yang kemudian terbuang bebas ke udara? Warna hitam pekat ini merupakan salah satu sumber polusi udara dana secara bertahap juga menjadi penyumbang emisi gas rumah kaca.

 

Proses pengelolaan limbah dan polusi dari kegiatan industri jika tidak dilakukan secara baik, maka lama kelamaan juga memberikan dampak akan krisis iklim. Padahal sekarang, sudah banyak teknologi pengolahan limbah industri yang hasil akhirnya mampu mengurangi limbah berbahaya.

 

5. Memperbanyak transportasi publik.

Berada di kota besar, mungkin sudah terbiasa melihat warna langit abu-abu tanpa biru sedikit pun. Terutama di waktu berangkat dan pulang kerja. Tingginya pengguna kendaraan pribadi merupakan penyebabnya. Asap kendaraan yang dihasilkan akan menciptakan polusi udara.

 

transportasi publik
Banyaknya kendaraan pribadi merupakan salah satu penyebab krisis iklim

Solusi terbaik memang melalui kendaraan umum, mulai dari membiasakan diri menggunakan kendaraan umum hingga memperbanyak moda transportasi publik yang membantu mobilitas tanpa perlu khawatir akan kenyamanan pengguna.


6. Melakukan proses pengelolaan sampah rumah tangga secara mandiri.

Mengolah sampah rumah tangga secara mandiri saat ini masih sangat jarang dilakukan padahal, ini adalah salah satu solusi yang bisa diterapkan untuk mengurangi krisis iklim.

 

Memisahkan sampah berdasarkan jenisnya seperti sampah organik dan anorganik kemudian dimanfaatkan kembali. Sampah organik bisa dijadikan pupuk organik sedangkakn sampah anorganik bisa dijadikan barang recycle yang bermanfaat seperti tas recycle.

 

Selain itu pengelolaan sampah bukan hanya dimulai dari rumah tangga saja, tetapi juga dimulai dari diri sendiri. Seperti yang disampaikan oleh Anindya Kusuma Putri yang sudah sering melakukan perjalanan ke alam dan membiasakan diri membuang sampah pada tempatnya dan jika perlu malah membawa sampah yang berserakan untuk dibuang ke tempat seharusnya.

 

7. Efisiensi dan gaya hidup hemat energi.

Gaya hidup hemat energi memang sejatinya dimiliki oleh setiap orang. Tetapi terkadang tidak sadar dalam aplikasinya. Contohnya adalah membiasakan menggunakan lampu padahal kondisi ruangan bisa terang cukup dengan sinar matahari.

 

Selain itu pula, penggunaan air secara berlebihan juga secara tidak sadar sering terjadi. Padahal, cukup dengan memperkecil bukaan kran air dan menggunakan seperlunya maka sangat membantu dalam efisiensi dan gaya hidup hemat energi.

 

Banyaknya solusi yang bisa dilakukan, sangat membantu dalam mengatasi krisis iklim yang saat ini sedang terjadi. Belum terlambat untuk anak muda bergerak bersama menyelematkan bumi. Seperti yang pak Edo Rakhman sampaikan di akhir diskusi ketika gathering bahwa Jangan ragu untuk memulai sesuatu, sekecil atau selokal apapun. Karena apa pun yang Anda mulai, siapa pun Anda, ketahuilah bahwa Anda tidak sendiri dan banyak orang yang berbagi kecemasan yang sama”.


Bersama kita mulai, kalau bukan sekarang, kapan lagi?

Talif

Saat ini selain sebagai blogger juga bekerja sebagai technical team khususnya dalam dunia kimia perminyakan.

  1. Aku setuju banget. Semua poin-poin di atas memang penting sebagai langkah kita menjaga alam ini. Sedih banget liat banyak bencans sekarang mulai dari longsor sampai banjir. Semogs kita semua tersadar kalau alam itu harus di jaga. Cukup kita coba dari hal sederhana yang kita bisa.

    ReplyDelete
  2. Iya kak kuatir aku tu sama masa depan lingkungan kita, semoga langkah kita walau kecil bisa memberi dampak positif pada lingkungan ya kak.

    ReplyDelete
  3. Kudu semakin pintar nih ngelola sampah sendiri. Karena rumah tangga juga salah satu penyumbang metana yang membuat bumi makin panas ya

    ReplyDelete
  4. Seneng banget bisa ikutan seminar virtual bareng I Love Indonesia Blogger Gathering, mas. Dan terima kasih juga atas sharing nya, kita2 yang gak kebagian bisa dapat ilmu juga.

    Btw, sejak ada musibah banjir, gempa, longsor dan wabah jadi terlihat krisis iklim makin krisis. Pray for Indonesia 😭

    ReplyDelete
  5. saya sebagai orang Kalimantan Barat merasakan sekali Deforestasi dan Kebakaran Hutan yang tiap tahun dirasakan, dampaknya kabut asap setiap tahun dan tak b=pernah bisa teratasi

    ReplyDelete
  6. Perubahan iklim dengan cuaca yang terasa makin panas, karena pusat kehijauan kita yang makin berkurang. Yuk..yuk.. jaga hutan kita. Tanpa hutan entah bagaimana keadaan bumi ini

    ReplyDelete
  7. Wah semoga semakin banyak yg peduli terhadap lingkungan hidup ini ya... Bagus nih kalau sering diadakan acara seperti ini...

    ReplyDelete
  8. Tentang transportasi publik. Bagusnya sih yang diperbanyak itu transportasi massal (yang bisa ngangkut banyak penumpang) ya. Tapi dengan perhatian khusus pada kenyamanan dan keamanan.

    Aku sendiri sejak 3 tahun terakhir lebih sering pakai transportasi online daripada angkot. Penyebabnya keamanan. Di angkot sering ada pengamen yang seperti penodong dan sopir nggak bisa berbuat apa-apa :'(

    ReplyDelete
  9. Sejujurnya, aku takut tinggal di dekat hutan atau berkunjung ke daerah hutan, karena takut tiba2 ada binatang buas dan aku gak mungkin lari. Tapi aku selalu suka membahas apa yang harus dilakukan agar hutan tetap lestari.. sudah saatnya, kertas tak usah terlalu banyak dipergunakan lagi.

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah kemarin juga ikut gathering ini. Banyak ilmu baru dari golhut ya kak. Memang kalau bukan generasi muda saat ini yang memperbaiki, siapa lagii

    ReplyDelete
  11. Sudah mulai terasa banget nih dampak dari perubahan iklim. Intensitas bencana alam sedang banyak terjadi. Andai banyak yang sadar dan mulai memperbaiki kebiasaan ya.

    ReplyDelete
  12. Saya setuju banget dengan memperbanyak transportasi publik. Kalau transportasi umum nyaman, banyak, tentu lebih memudahkan ketimbang bawa kendaraan sendiri. Semoga kita terus berbenah demi iklim yang lebih baik.

    ReplyDelete
  13. Iya, sebagai blogger harus rajin nih kampanye tentang sadar lingkungan di blog dan medsos ya sebelum lingkungan benar-benar rusak dan anak cucu kita kena getahnya

    ReplyDelete