MASIGNASUKAv102
1508570391356967755

Belajar Mengenal Hutan Dalam Exploring Eco-Friendly Crafts

Belajar Mengenal Hutan Dalam Exploring Eco-Friendly Crafts
Add Comments
17 June 2025

Tak ada yang dapat menandingi, bagaimana segarnya berada di tengah hutan yang rimbun dengan jalanan setapak dan suara jangkrik bersahutan. Sesekali, aroma tanah tercium diiringi gemercik air dari sungai kecil yang mengalir jernih.

Bukit Bangkirai

Sebagai pecinta wisata alam, hutan menjadi salah satu pilihan terbaik saya untuk healing. Keanekaragaman flora dan fauna hingga nuansa dingin menjadi salah satu alasannya. Aroma khas hutan dengan segala kekayaan di dalamnya juga menjadi daya tarik tersendiri. 

Beberapa hutan di Indonesia pun sudah pernah dijelajahi mulai dari hutan mangrove di Papua, hutan Adat Bea Muring di Nusa Tenggara Timur, Hutan Adat Lembah Bada Sulawesi Tengah, Taman Nasional Sangkima di Kalimantan Timur, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru di Jawa Timur hingga Taman Nasional Bukit Barisan di Sumatera.

Di hutan, banyak pengalaman yang tidak bisa didapatkan di area lain apalagi hutan menjadi salah satu sumber oksigen terbaik dunia. Makanya dengan berkunjung ke hutan akan membuka cakrawala sekaligus rasa cinta akan paru-paru dunia ini.

Mengenal Hutan Lebih Dekat

Dulunya, saat berkunjung ke hutan selalu fokus melihat pohon yang menjuntai dan senang rasanya menikmati flora disana. Bahkan beberapa masyarakat lokal yang menemani memberikan banyak informasi tentang tanaman hutan dan manfaatnya. Mulai dari rotan yang sering digunakan untuk pembuatan kursi dan alat-alat rumah tangga lainnya hingga buah yang langsung dimakan seperti cempedak.

Berada di ibukota bukan berarti pengetahuan akan hutan sirna ditelan masa, malah ternyata bisa bertambah. Itu semua karena diberi kesempatan untuk bisa hadir dalam Offline Gathering “Nature’s Artisans: Exploring Eco-Friendly Crafts” bersama #EcoBloggerSquad yang diselenggarakan di Taman Ismail Marzuki, 14 Juni 2025 yang lalu.

Dari acara ini, ternyata banyak banget hal-hal baik tentang hutan yang bisa didapatkan. Salah satunya adalah hutan adat Tembawang yang ada di Kalimantan Barat. 

Kebayang nggak sih, mendengar hutan Kalimantan di ibukota. Meskipun bahasanya terdengar asing, Tembawang, tetapi dari sini saya menyadari betapa kayanya hutan Tembawang ini termasuk bahan pangan dari hutan. Apa saja itu:

A.      Sengkubak

Awal saya dengar kata Sengkubak, sebenarnya tidak memiliki ekspektasi berlebih. Apalagi bentuknya seperti daun jambu pada umumnya. Tetapi setelah tahu manfaatnya, akhirnya saya pun mengamini bahwa hutan memang sangat kaya.

Manfaat dari Sengkubak ternyata sebagai penyedap rasa alami dari alam. Rasanya pun bisa menggantikan rasa micin yang selama ini digunakan. Makanya tidak heran, jika masyarakat adat sekitar Tembawang memanfaatkan Sengkubak untuk memasak dan pemberi cita rasa gurih.

B.      Liak (jahe) Padi

Familiar dengan manfaat jahe yang sering dibudidayakan sebagai tanaman obat keluarga ternyata hutan juga punya loh, namanya Liak (jahe) padi. Termasuk jenis rimpang-rimpangan dan menjadi salah satu bumbu masakan masyarakat Dayak loh. Bentuknya, hampir sama dengan jahe pada umumnya. Cuma asal nya saja yang berbeda yaitu berasal dari hutan.

C.     Bawang Dayak

Bawang bukan sembarang bawang, tetapi ini adalah bawang Dayak yang berasal dari hutan. Biasanya tumbuh di ketinggian 600-1500 mdpl. Nah, bawang Dayak ini juga menjadi salah satu rempah dan citarasa dari hutan loh.

Meskipun sama-sama berwarna merah seperti bawang pada umumnya tetapi bawang Dayak memiliki bentuk agak lonjong dan besar. Beberapa khasiat lain dari bawang ini untuk pencegahan diabetes dan menangkal radikal bebas.

D.     Tengkawang

Bagi pecinta masak-memasak menggunakan butter, mungkin tidak familiar dengan salah satu produk hutan ini. Tetapi tahu nggak sih, ternyata buah dari pohon Tengkawang bisa diolah menjadi butter. Lemak yang terkandung di dalamnya memiliki khasiat dan manfaat terbaik untuk makanan.

Esty Yuniar
Esty Yuniar selaku Semesta Sintang Lestari dengan produk Bischo
Penjelasan akan rempah hutan dari kak Esty Yuniar selaku Semesta Sintang Lestari menjadi penambah pengetahuan betapa bermanfaatnya kehadiran hutan. Satu yang pasti bahwa, masyarakat di sekitar hutan selalu mengelolanya dengan bijak. Mengambil sesuai kebutuhan dan menumbuhkan kembali untuk anak cucu.

Keberlanjutan Ekonomi Berbasis Ekonomi Alam

Potensi hutan yang ada memang sangat menggiurkan. Jika sebelumnya saya hanya mengetahui beberapa manfaat hutan, maka hadir di gathering kali ini benar-benar menambah wawasan. Bukan hanya terkait produk dari hutan tetapi juga tentang keberlanjutan ekonomi berbasis alam.

Dari kak Ristika Putri Istanti selaku Sekretariat LTKL sangat jelas menyampaikan terkait kabupaten Lestari. Iya, kabupaten Lestari. Kalian tidak salah baca. Layaknya sebuah kabupaten tetapi secara defacto tidak memiliki pemerintahan seperti kabupaten-kabupaten lainnya. 

Kabupaten Lestari ini bertindak sebagai akselerator dalam menciptakan model ekonomi dan pembangunan berkelanjutan berbasis alam dan tersebar di seluruh Indonesia. Mulai dari Aceh Tamiang, Siak, Musi Banyuasin, Sanggau, Sintang, Kapuas Hulu, Sigi, Gorontalo dan Bone Bolango.

Tahu nggak sih, jika saat ini sering terjadi bencana, deforestasi hutan, ekonomi berbasis monokultur dan ujung-ujungnya adalah krisis identitas. Nah, kehadiran kabupaten Lestari ini ingin menyelamatkan itu semua.

Langkah sederhananya dengan menggandeng masyarakat adat yang peduli akan hutan dan alam kemudian menjadi gerakan restorasi lingkungan. Dari gerakan ini lah, akan bermunculan inovasi-inovasi teknologi dan produk berbasis masyarakat adat dengan keberlanjutan menjadi kunci.

Ristika Putri
Ristika Putri Istanti selaku Sekretariat LTKL
Melalui masyarakat adat, produk hutan dikelola dengan baik dan bijak. Pemanfaatan lahan dikembalikan sesuai fungsinya yaitu sebagai media tumbuhan multikultural. Hingga inovasi produk kekinian yang bisa diterima di masyarakat. Seperti salah satu produk yang saya coba saat acara yaitu Bischo. Sejenis cemilan manis dan gurih berbentuk bulat dengan kandungan protein dari ikan gabus.

Dari produk ini, saya pun terperangah bahwa ternyata kemasan, rasa dan kandungannya tidak berbeda jauh dengan produk yang ada di pasaran. Inovasi dan semangat dibalik produk ini menjadi salah satu alasan, mengapa kita harus mencintai hutan dan alam sekitar. 

Belajar Memanfaatkan Material Dari Alam dan Barang Bekas

Kali ini benar-benar surprise. Awalnya sudah nebak terkait ranting, daun, majalah, krayon dan peralatan lainnya yang ada di atas meja saat gathering pasti akan dibuat sesuatu. Dan benar saja, kali ini membuat kolase bertemakan hutan Lestari dan dipandu oleh Dian Tamara dari Pancaran Sinema.

Kolase bahan alam
Fransiska Soraya-HIIP Indonesia (kiri) dan Dian Tamara-Pancaran Sinema (kanan)

Bukan hanya mendapatkan banyak pengetahuan akan kekayaan hutan dan kabupaten Lestari tetapi sekalian workshop Eco-Friendly Crafts. Berbekal segala yang ada diatas meja, satu per satu digunting, ditata dan disesuaikan dengan nilai seni masing-masing. Hasil akhirnya, sudah bisa ditebak. Berbagai kolase menarik dengan karakter dan ide masing-masing peserta.

Saya sendiri mencoba ‘mengimajinasikan’ sebuah bait lirik lagu yaitu “Agar tak hilang ditelan masa”. Potongan gambar perbukitan hijau dan kata “Lestari” menjadi item utamanya. Selanjutnya tinggal memanfaatkan bahan alam yang ada sebagai pelengkap nilai artistic dari kolase ini.

Eco Friendly Crafts
Eco-Friendly Crafts
Workshop seperti ini, bukan hanya memberikan pengetahuan baru akan kehadiran hutan tetapi juga memberikan insight tambahan bagaimana mencintai alam, memanfaatkan barang bekas agar tidak terbuang percuma. Bisa jadi malah memberikan nilai tambah.

Kolase Eco Friendly Crafts
Saya sih percaya, melalui gerakan sederhana seperti ini bisa menumbuhkan rasa cinta terhadap hutan. Agar kelak lebih peduli tentang keberlangsungan lingkungan dan ekosistem didalamnya. Layaknya lirik lagu berikut:

 

Di balik hutan yang sunyi

Ada pangan yang tersembunyi

Masyarakat adat menjaga

Benih-benih yang kaya makna

Kita Kembali ke rasa

Jejak hampir terlupa

Agar tak hilang ditelan masa

Kenali lagi bumi sendiri

Warisan lintas zaman

 

Percaya deh. Kita semua adalah bagian dari kelestarian hutan. Baik langsung maupun tidak langsung. Tinggal bagaimana aksi kita dalam melindungi hutan. Mulai dari langkah kecil menjadikan hutan sebagai tempat healing tanpa merusaknya. Yuk dimulai.

Talif

Saat ini selain sebagai blogger juga bekerja sebagai technical team khususnya dalam dunia kimia perminyakan.