MASIGNASUKAv102
1508570391356967755

Upaya Penanganan Kusta di Masa Pandemi Menuju Indonesia Eliminasi Kusta 2024

Upaya Penanganan Kusta di Masa Pandemi Menuju Indonesia Eliminasi Kusta 2024
Add Comments
31 October 2021

Pandemi seperti ini, bukan hanya menghantam masyarakat biasa tetapi hampir seluruh lapisan pekerjaan juga terpengaruh. Tak terkecuali para tenaga kesehatan atau sering disebut sebagai nakes. Sebagai garda terdepan, para nakes berjuang untuk menangani para pasien yang terkena virus Covid-19 ini. Tidak jarang mereka juga berguguran ketika menjalankan tugasnya.

 

Meskipun para nakes banyak berjibaku dengan pasien covid, tetapi mereka juga tetap melayani pasien non covid salah satunya adalah pasien dengan indikasi kusta. Berbeda dengan penyakit kulit lainnya yang mungkin bisa diketahui diagnosanya via online tetapi kusta tidak bisa. Kusta adalah penyakit kulit kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae dengan menyerang jaringan kulit, jaluran pernapasan dan saraf tepi. Karena penyebabnya adalah bakteri Mycobacterium leprae maka sering banget penyakit kusta ini juga disebut sebagai penyakit lepra.

 

Upaya Penanganan Kusta

Mengetahui gejala kusta

Meskipun termasuk sebagai salah satu penyakit kulit tetapi kusta memiliki gejala spesifik yang perlu ditegakkan diagnosanya sebelum memutuskan seorang pasien menderita penyakit lepra. Ada beberapa gejala yang sering muncul bagi penderita kusta antara lain:

1. Munculnya bercak dan lesi di kulit yang tidak hilang.

Ketika mengalami gejala pertama kali bakal muncul bercak kulit berwarna merah kemudian lama kelamaan hingga hitungan minggu bercak ini tidak menghilang malah berubah menjadi lesi berwarna putih yang mati rasa. Artinya ketika disentuh atau diberikan rangsangan suhu dan nyeri, lesi ini tidak memberikan respon terhadap rangsangan tersebut.

 

2. Terjadinya penebalan pada saraf tepi

Ada satu hal utama lagi yang menunjukkan bahwa orang tersebut menderita lepra atau tidak adalah munculnya penebalan saraf tepi yang akan mengganggu otot sehingga menyebabkan gangguan sensoris dan motoris yang bisa menyebabkan kelumpuhan.

 

3. Hasil analisis jaringan kulit bakal ditemukan bakteri tahan asam

Setelah dilakukan analisis jaringan kulit hasil kerokan, maka seseorang yang menderita penyakit kusta bakal ditemukan bakteri tahan asam pada jaringan kulit hasil kerokan tersebut.


 Baca juga: Cara terhindar dari Hepatitis


Maka yang paling penting untuk dipahami bahwa, ketika seseorang berada pada daerah endemik kusta dan mengalami gejala lesi pada kulit yang bersifat baal maka sebaiknya langsung memeriksakan ke fasilitas kesehatan (faskes) terdekat.

 

Penanganan penyakit kusta di masa pandemi.

Pandemi memang membatasi pergerakan untuk keluar rumah. Tetapi bagi seseorang yang memiliki gejala yang mengarah ke kusta maka menegakkan diagnosa harus segera dilakukan di faskes terdekat. Penting untuk diketahui bahwa, untuk mengetahui seseorang benar-benar menderita kusta maka harus langsung diperiksa oleh oleh nakes yang ahli di bidang ini dan itu dilakukan secara langsung, tidak bisa via online ataupun telepon.

 

Langkah-langkah yang perlu diketahui oleh penderita adalah datanglah ke Faskes terdekat pertama kali untuk mendapatkan pemeriksaan terkait gejala yang muncul. Jangan lupa untuk tetap menjalankan prokes yaitu memakai masker, mencuci tangan sebelum masuk ke area pendaftaran  dan menjaga jarak.

 

Jika faskes yang didatangi tidak bisa melakukan penanganan atau tidak bisa menentukan penegakkan diagnosa yang tepat, maka faskes tersebut akan mengeluarkan surat rujukan ke faskes khusus atau rumah sakit daerah yang ditunjuk untuk menangani penyakit kusta ini. Setelah berada di faskes khusus atau rumah sakit khusus dan diagnosa sudah ditegakkan baru lah kemudian pasien kusta ini akan menjalani perawatan untuk proses penyembuhan.


Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh dr Udeng Daman selaku Technical Advisor NLR Indonesia dalam Ruang Publik KBR dengan tema “Lika-Liku Peran Dokter di Tengah Pandemi” menyatakan bahwa, “semua faskes bisa menangani untuk pertama kali. Jika fasilitas tidak memenuhi baru dilakukan rujukan ke faskes khusus atau rumah sakit khusus. Nah, ketika diagnosa sudah ditegakkan barulah dilakukan penanganan pasien dan surveilance untuk proses tracing dengan orang yang mungkin berpeluang juga mengidap penyakit kusta tersebut agar diperoleh mapping yang lengkap demi penanganan yang berkelanjutan


dr Udeng Daman

  


Upaya menuju Indonesia Eliminasi Kusta 2024.

Dahulu paradigma masyarakat ketika seseorang menderita penyakit kusta maka penderita bakal diisolasi dan dikucilkan dari masyarakat. Ketidakpahaman akan penyakit ini akan menyebabkan cacat permanen karena lambatnya penanganan.

 

Nah, saat ini negara kita lagi mencanangkan program Indonesia Eliminasi Kusta 2024. Untuk mencapai hal ini tidak mudah, apalagi dengan kondisis pandemi yang hampir 2 tahun dan belum berakhir. Tetapi semua yang terlibat pastinya bakal memberikan kontribusi terbaik agar hal ini bisa tercapai.

 

Menurut dr Ardiansyah selaku pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam Ruang Publik KBR, ada beberapa upaya yang bisa dilakukan agar program Indonesia eliminasi kusta 2024 ini bisa tercapai antara lain:

1. IDI berusaha memelihara dan membina sumpah dokter dan kode etik dokter. Hal ini disampaikan karena mungkin”ada beberapa dokter” yang masih pilah-pilih pasien untuk ditangani, termasuk memilih pasien yang tidak mengalami gejala penyakit kusta. Maka penting untuk mensosialisasikan kembali terkait kode etik dokter.

2. Ikut serta dalam meningkatkan mutu pendidikan kedokteran. Bagi dokter yang baru lulus pendidikan, terkadang tidak memiliki banyak kompetensi terkait penanganan pasien kusta sehingga perlunya peningkatan mutu pendidikan kedokteran terlebih lagi untuk kasus khusus seperti kusta ini.

3. Melakukan kemitraan dengan pemerintah terkait kebijakan kesehatan. Salah satu kendala yang dihadapi di lapangan terkadang ketidaksinkronan antara kebijakan kesehatan dengan apa yang seharusnya dilakukan. Sehingga perlunya kolaborasi penyusunan kebijakan terkait kesehatan yang baik antara pemerintah dan tenaga kesehatan yang kompeten.

4. Kemitraan dengan pihak luar. Menjalin kemitraan dengan pihak luar yang memiliki visi yang sama dalam menamgani penyakit kusta ini perlu digalakkan dengan masif. Ada beberapa lembaga non profit yang bisa diajak kerjasama antara lain adalah NLR.

5. Memberdayakan masyarakat melalui edukasi kesehatan. Sebagai bagian dari penanganan menuju Indonesia Eliminasi Kusta 2024, masyarakat juga harus memiliki pengetahuan yang cukup akan penyakit ini agar tidak menimbulkan stigma negatif sehingga proses penanganan pasien kusta bisa berjalan cepat dan terstruktur disertai dukungan masyarakat.


dr Ardiansyah pengurus IDI

 


Meskipun pandemi, tetapi tetap saja harus tetap melakukan yang terbaik agar penanganan kusta ini bisa dilaksanakan sesuai standar kesehatan. Dan harapannya, Indonesia eliminasi kusta 2024 bisa terwujud.

 

 

Talif

Saat ini selain sebagai blogger juga bekerja sebagai technical team khususnya dalam dunia kimia perminyakan.