MASIGNASUKAv102
1508570391356967755

Perjuangan Romo Marsel: Antara Mesin Genset, Air dan Tarian Caci

Perjuangan Romo Marsel: Antara Mesin Genset, Air dan Tarian Caci
Add Comments
10 April 2023

Alunan tabuhan gendang terdengar nyaring mengusik telinga. Bahkan dari jarak ratusan meter, alunan ini masih terdengar begitu jelas. Tampak dengan cekatan, sekelompok ibu-ibu lihai menabuh sehingga tercipta nada harmonis.

Tarian caci
Di sekeliling area yang tampak menyerupai lapangan di depan gereja sudah berkumpul puluhan hingga ratusan warga. Hingga semuanya terkesima saat dua kelompok pria, terdiri 4 orang setiap kelompoknya menunjukkan atraksi layaknya ksatria. Mereka semua menggunakan pakaian khas dengan penutup kepala dari kulit sapi. Tangan kanan memegang cemeti, dan tangan kiri memegang tameng.

Menariknya, setiap kali mereka bergerak, terdengar suara gemericik dari lempengan bulat yang digantungkan di belakang tubuh mereka. Warga Bea Muring menyebut atraksi ini bernama Tarian Caci atau Cicaci.

Layaknya ksatria, seluruh penari caci adalah laki-laki. Sepanjang menikmati tarian, mereka akan saling serang menggunakan cemeti. Sedangkan tim bertahan, menghalaunya menggunakan tameng. Tidak jarang, darah segar bermunculan dari tubuh mereka yang terkena cemeti. Tetapi dengan menggunakan ramuan kapur dan daun sirih pendarahan ini akan berhenti seketika.

Inilah sajian menarik yang bisa dinikmati kala berkunjung ke Bea Muring. Keindahan dan budaya khasnya menjadi daya tarik tersendiri. Bahkan bisa menjadi potensi ekonomi di wilayah adat.

Tentang Masyarakat Adat

Sebelum jauh membahas tentang masyarakat adat Bea Muring, sebaiknya perlu diketahui terlebih dahulu apa itu masyarakat adat. Kebetulan sekali, pada saat mengikuti online gathering #EcoBloggerSquad dengan tema “Peran Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal dalam Menjaga Bumi” disebutkan definisi terkait masyarakat adat.

“Masyarakat adat adalah sekelompok manusia yang oleh ikatan genealogis dan/atau teritorial yang menyejarah, turun-temurun lintas generasi, memiliki identitas budaya yang sama dan memiliki ikatan batiniah yang kuat atas suatu ruang geografis tertentu sebagai ‘rumah bersama’ yang dikuasai, dijaga dan dikelola secara turun temurun sebagai wilayah kehidupan dari leluhurnya”.

Karena memiliki ikatan batiniah dan kesetiaan yang kuat antara masyarakat adat dengan wilayah adatnya makanya tidak heran jika hubungan ini sudah membentuk kosmologi, budaya dan kehidupan yang pastinya tidak terpisahkan dari alam semesta.

Online Gathering
Online gathering tentang peran masyarakat adat
Begitupun yang terjadi dengan masyarakat adat Bea Muring. Dibawah pimpinan Romo Marselus Hasan yang akrab disapa Romo Marsel sebagai pastor Santo Demian, Bea Muring selalu dan terus berupaya memimpin masyarakat adat Bea Muring untuk terus berusaha menjaga bumi, termasuk didalamnya hewan, tumbuhan dan lingkungan sekitar.

Sebuah Tantangan dalam Keterbatasan

Awal kehadiran Romo Marsel di Bea Muring dan menjadi bagian dari masyarakat adat di sana memiliki banyak tantangan. Mulai dari akses jalan yang sulit, listrik terbatas dan hanya mengandalkan mesin genset.

Masalah timbul ketika malam hari, kala puluhan mesin genset beroperasi secara serentak. Terpampang dengan jelas polusi udara yang dihasilkan. Belum lagi suara bising mesin genset. Alih-alih memberikan solusi penerangan buat masyarakat yang hanya sampai tengah malam saja, malah menghasilkan masalah baru. Polusi udara dan suara ke lingkungan.

Romo Marsel
Romo Marsel (paling kiri) bersama masyarakat adat Bea Muring
Atas dasar ini lah, Romo Marsel bersama masyarakat adat Bea Muring, Nusa Tenggara Timur mulai memikirkan solusi agar kampung tetap terang tetapi tidak menimbulkan polusi. Salah satu yang terpikirkan adalah pemanfaatan aliran air sungai sebagai penghasil tenaga listrik.

Gayung bersambut, masyarakat pun antusias akan solusi penggunaan aliran sungai untuk menghasilkan listrik. Meskipun aliran sungai kecil, tetapi dengan modifikasi aliran sudah cukup untuk membuat Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH).

Apalagi teknologi baru ini benar-benar ramah lingkungan. Masalah listrik teratasi, lingkungan hidup juga terjaga.

“Meskipun masyarakat adat Bea Muring memiliki kuasa untuk menguasai alam ciptaan, tetapi disamping itu juga manusia dituntut untuk menjaga dan memelihara alam sekitar (Romo Marsel)”. 

Musibah yang Menghempaskan Asa

Selama 6 tahun perjalanan penggunaan PLTMH di Bea Muring, tanpa diduga bencana banjir datang menghampiri. Debit air yang awalnya sangat kecil, kini berubah menjadi banjir. Padahal kala itu, hujan lebat hanya terjadi 2,5 jam saja. Ini adalah banjir besar pertama sepanjang sejarah Bea Muring. Dampak dari perubahan iklim bumi.

Banjir ini menyebabkan tanggul PLTMH jebol. Rumah turbin rusak parah. Dinamo pembangkit listrik juga rusak karena dipenuhi banyak pasir. Aliran listrik otomatis terputus dan perkampungan kembali gelap tanpa penerangan listrik PLTMH.

Tanggul
Tanggul di sungai Bea Muring
Untuk proses perbaikan kala itu dibutuhkan dana sekitar 375 juta rupiah. Tetapi dengan dana swadaya masyarakat dan gotong royong, maka proses perbaikan PLTMH ini mulai dilakukan. Ada satu hal penting, hikmah dibalik musibah banjir bandang ini yaitu bagaimana agar masyarakat bisa menjaga mata air sebagai sumber kehidupan, bukan bencana.

Menjaga Alam, Maka Alam Menjaga Kita

Pasca perbaikan PLTMH sebagai sumber energi listrik ramah lingkungan, masyarakat adat Bea Muring kembali fokus dalam menjaga lingkungan.

Himbauan demi himbauan terus bergema di gereja paroki yang diikuti dengan gerakan nyata. Mulai dari penanaman pohon di sekitar daerah aliran sungai (DAS) hingga pemanfaatan lahan dan pengolahan sumber mata air secara bijak. Karena bagi masyarakat adat, jika menjaga alam, maka alam pasti akan menjaga balik.

Konservasi Alam
Terlibat langsung dalam penanaman pohon disekitar DAS sungai Bea Muring
Bukan hanya tentang listrik yang dihasilkan, tetapi juga tentang keberpihakan terhadap lingkungan hidup. Memilih lingkungan hidup itu artinya siap untuk memelihara alam.

Maka wajar, jika Ibu Rukka Sombolinggi dalam online gathering menyampaikan bahwa, “wilayah adat memiliki potensi sumber daya yang luar biasa. Potensi tersebut baik sumber daya, kebudayaan, spiritual, ekonomi dan politik yang tak ternilai harganya”.

Layaknya Bea Muring dengan potensi budaya lokal yang unik serta penghasil cengkeh dan kopi di samping sayur-sayuran khas pegunungan akan tetap lestari. Seperti masyarakat adatnya yang selalu menjaga alam dan lingkungan.

Kopi Arabika Bea Muring
Kopi Arabika sebagai salah satu komoditas Bea Muring
Bergerak dan beralih dari genset yang menyebabkan polusi udara dan suara ke PLTMH yang ramah lingkungan menggunakan air sungai itu adalah hal luar biasa. Mereka berhasil menjaga lingkungan dan bumi. Alam yang lestari dan berharap setiap musim bisa menikmati tarian Caci yang memang hanya ada kala musim panen tiba sebagai bentuk rasa syukur atas hasil panen melimpah. Semakin sering tarian Caci pasca panen dilaksanakan itu artinya semakin kuat alam menjaga kita. Tak ada lagi polusi dari mesin genset.

Talif

Saat ini selain sebagai blogger juga bekerja sebagai technical team khususnya dalam dunia kimia perminyakan.