Selepas pendakian dari gunung semeru, aku memiliki waktu satu hari di kota Malang. Setelah browsing, akhirnya ketemu dengan Masjid Turen. Kabarnya, issue yang beredar masjid ini adalah masjid jin karena keberadaannya yang tiba-tiba muncul.
Entahlah, apakah benar issue itu tetapi aku penasaran ingin melihat langsung. Berdasarkan gambar yang beredar di google, malah masjid ini tampak begitu indah. Desainnya yang unik dan pemilihan warna yang megah. Semoga besok, aku bisa melihatnya secara langsung.
Entahlah, apakah benar issue itu tetapi aku penasaran ingin melihat langsung. Berdasarkan gambar yang beredar di google, malah masjid ini tampak begitu indah. Desainnya yang unik dan pemilihan warna yang megah. Semoga besok, aku bisa melihatnya secara langsung.
Perjalanan Menuju Masjid Jin
Hiruk pikuk penumpang di Terminal Gadang Malang sudah mulai tampak. Beberapa penjual asongan pun dengan gigih naik dan turun dari satu bis ke bis lainnya. Asap knalpot bis menghiasi udara pagi yang sejam berlalu melewati pekatnya fajar. Sekitar pukul 7 pagi, aku pun berusaha mencari bis sesuai rute tujuan ku. Beberapa kali bertanya dengan petugas berseragam penjaga pos terminal dan mengarahkan ku mencari bis tersebut di dalam Kawasan terminal Gadang. Untungnya, pedagang asongan yang sempat air mineralnya aku beli memberikan informasi terbaik kala itu.“Mas, sebaiknya tunggu di pintu keluar terminal saja. Nanti tinggal lihat rute bis ditempel dibagian depan. Disitu cepat kok mas, jadi tidak perlu tunggu lama di dalam terminal. Ada bis langsung berangkat” ungkap pedagang tersebut, sembari aku serahkan uang 5 ribu.
“Ide briliian” sembari berjalan
ke jalur utama dekat pintu keluar terminal.
Benarlah adanya, tidak sampai 5
menit. Bis tujuan Dampit diiringi teriakan seoarng karnet dengan gerakan bis
perlahan menghampiri tempat ku menunggu. Cukup dengan lambaian tangan kanan ke
depan, maka bis pun berhenti dan hanya hitungan detik, aku pun sudah duduk
tepat di belakang kursi sopir.
Bis dengan formasi 2-2, akan
menemani perjalanan kali ini. Bis yang separuh lebih kursinya terisi sangat
membantuku untuk tetap mawas memperhatikan jalan yang dilintasi. Aku pun juga
tidak ragu, untuk bercakap-cakap dengan penumpang lainnya apalagi ke karnet,
dengan menyampaikan rute tujuan ku, yaitu Turen. Cara ini selalu ampuh sebagai penikmat
perjalanan secara mandiri agar tidak tersesat dari rute yang diinginkan.
Sekitar satu jam berlalu, karnet
pun memberikan sinyal kepada ku untuk bersiap-saip. Titik turun ku di desa
Turen sudah semakin dekat, sebelum akhirnya berhenti dipertigaan jalan lintas
Malang-Dampit.
“Itu mas, jalan menuju Turen”
pesan karnet bis sembari menunjuk jalan kecil pedesaan yang masih bisa dilalui
2 kendaraan roda empat dari sisi berlawanan.
Petualangan Di simpang Jalan Turen
Aku bergegas turun, memperhatikan
sekitar dan mengalihkan langkah ke warung sederhana, dengan meja persegi beralaskan
plastik dengan corak flora, di sekelilingnya 6 buah kursi plastik berwarna merah sempurna
berpasangan. Di ujung meja, lemari kaca berangka aluminium dengan tinggi tidak
lebih semester menjadi wadah sempurna berisi aneka bahan yang dijajakan, tak
luput stiker bertuliskan “Gado-Gado” menjadi keterangan utama, menu yang
ditawarkan. Sepiring gado-gado dengan segelas teh hangat tanpa gula menjadi
pilihan ku.
Sembari menikmati santapan pagi
bercita rasa lokal, sesekali pertanyaan ku lontarkan kepada Ibu penjaga warung
terkait cara menuju Masjid Jin tujuanku. Jaraknya memang tidak jauh, hanya
sekitar 5 kilometer masuk ke desa Turen, dan ibu tersebut menyarakankan naik
ojek. Aku pun tersenyum mengiyakan sekaligus berterima kasih atas informasi
berharga tersebut.
Belum jauh meninggalkan warung
menuju pangkalan ojek yang tidak sampai 100 meter, tiba-tiba truk pengangkut
pasir melintas di belakang ku. Refleks tangan ku pun berfungsi, seperti biasa
mengangkat tangan kanan dan menggerakkannya naik turun agar truk tersebut
berhenti. Tanpa terduga, truk pasir tersebut benar-benar berhenti.
“Pak, numpang ke Masjid Jin Turen
bisa”
“Monggo mas, silahkan naik di
depan kebetulan saya lewat sana” ungkap supir truk pasir dengan keramahannya.
Kembali, perjalanan ini menunjukkan keramahan warga lokal terhadap pendatang
sepertiku.
Sepanjang perjalanan,
bincang-bincang sederhana mengalir. Mulai dari menanyakan asal ku hingga alasan
mengapa tertarik mengunjungi masjid jin Turen. Hampir sepuluh menit berlalu,
tanpa terasa perbincangan kami benar-benar mengalir apa adanya.
“mas, itu bangunannya” sambil
menunjuk ke sebelah kanan dari sisi truk pasir yang aku tumpangi. Aku pun turun
dan mengucapkan terima kasih atas tumpangannya.
Pintu masuk Masjid Turen |
Fakta dari Masjid Turen
Dari ujung gang, deretan-deretan
penjual makanan dan cindera mata menghiasi kiri dan kanan jalan sebelum bertemu
dengan gapura dan bangunannya yang luar biasa megah.
“Pak, ini Masjid?” tanyaku
langsung kepada penjaga pintu masuk sembari menuliskan nama dan alamat ku
dikertas pengunjung.
“Lihat sendiri saja mas, nanti
bisa tahu kok, ini bangunan apa sebenarnya. Mulai dari lantai 1 ya mas” jawab
bapak penjaga pintu masuk dengan perawakan teduh berkopiah hitam.
Memasuki bangunan Masjid Jin,
mataku benar-benar dimanjakan dengan berbagai seni kaligrafi yang menempel
disetiap dinding dan langit-langit bangunan. Meskipun dikatakan Masjid seperti
yang tertanam dipikiranku sebelum mengunjungi tempat ini, sejatinya bangunan
berlantai 10 ini tetap tidak ditemukan satu pun masjid disalah satu lantainya.
Hanya ada Musholla yang terpisah antara pria dan wanita di lantai 1. Di lantai ini pula, imajinasi dari “Planet Ego” di Film Guardians of The Galaxy 2 seakan-akan terpampang di depan mata, identik meskipun tak serupa. Hal in terlihat dari kemegahan bangunannya sampai pada pemilihan detail interiornya. Sangat menawan. Ditambah lagi dengan pemilihan warna keemasan, membuat kesan mewah disetiap langkah demi langkah area yang dilewati.
Hanya ada Musholla yang terpisah antara pria dan wanita di lantai 1. Di lantai ini pula, imajinasi dari “Planet Ego” di Film Guardians of The Galaxy 2 seakan-akan terpampang di depan mata, identik meskipun tak serupa. Hal in terlihat dari kemegahan bangunannya sampai pada pemilihan detail interiornya. Sangat menawan. Ditambah lagi dengan pemilihan warna keemasan, membuat kesan mewah disetiap langkah demi langkah area yang dilewati.
Salah satu ruang di lantai 1 Masjid Jin |
Beranjak ke lantai berikutnya ,
mataku kini disajikan dengan “area khusus keluarga”, kursi dan sofa menjadi
pelengkap konsep ini. Selain itu pula, di salah satu lantai lainnya terdapat
kolam renang yang menyejukkan mata. Hingga batu besar dengan panjang lebih dari
4 meter menjadi salah satu yang dapat dilihat dil lantai berikutnya. Bahkan,
pembelian souvenir dan cindera mata khas Turen dapat dibeli di lantai 6-8.
Bangunan megah berlantai 10 ini, memang memiliki sejarah panjang sebelum akhirnya tampil menawan seperti yang terpampang ketika berkunjung. Belia adalah Romo Kyai Ahmad sebagai perintis Masjid Jin 10 lantai ini yang sejatinya adalah Pondok Pesantren, bukan Masjid seperti desas-desus yang beredar dikalangan luar.
Pembangunan ponpes ini dimulai
pada tahun 1978 oleh para santri yang menetap dengan material apa adanya
menggunakan bata merah yang dipasang bersama “luluh”, berupa adonan dari tanah
liat. Bangunan ini pun berkembang dari tahun ke tahun hingga menjelma menjadi
bangunan artistik dengan gaya arsitektur Arab, China dan India.
Tepat di bagian atas bangunan, terdapat beberapa Menara yang menjadi penyempurna, anggapan bahwa bangunan ini adalah masjid. Untungnya kali ini, aku membuktikan sendiri bahwa Masjid Jin itu bukanlah Masjid yang tiba-tiba muncul dengan kemegahannya melainkan bangunan Pondok Pesantren.
Tepat di bagian atas bangunan, terdapat beberapa Menara yang menjadi penyempurna, anggapan bahwa bangunan ini adalah masjid. Untungnya kali ini, aku membuktikan sendiri bahwa Masjid Jin itu bukanlah Masjid yang tiba-tiba muncul dengan kemegahannya melainkan bangunan Pondok Pesantren.
Bentuk menara yang ada di atas Masjid Jin |
Ah. Lagi-lagi, aku teringat
sebait kalimat itu. “Jangan menghakimi sesuatu hanya karena tampilan luarnya”.
Dan sekarang, bangunan ini menjadi tujuan wisata religi di sekitar Malang,
dengan label “Masjid Jin”.
Aku kayaknya pernah kesini? Beda g mas sama masjid tiban malang?
ReplyDeleteSama kak Airin. Kawasan ini juga disebut Masjid Turen atau Masjid Ajaib.
DeleteBe carefule with your thought. Kalau ketemu Mentis, semua prejudice itu akan kebongkar. hahhahahaha
ReplyDeleteHahaha. "Kebongkar". Sepertinya ini sengaja dijulukim seperti itu, agar penasaran untuk datang
DeleteBeda gak sama mesjid Biru.. Hehe..
ReplyDeleteSama. Kawasan ini juga disebut Masjid Biru Turen
DeleteBeda gak sama mesjid Biru.. Hehe..
ReplyDeleteMasjidnya bagus banget, kaya berada di negeri dongeng yaa. Harus banget nih ke sini
ReplyDeleteKalau ke Malang, siapkan waktu setengah hari jika ingin kesini kak Yun.
DeleteBolak balik ke Malang, belum pernah ada yang info tentang Masjid Jin. Penasaran euy, rencana nya doakan waktu dekat no ke Malang lagi, kudu disempatkan mampir nih
ReplyDeleteAamiin. Siapkan waktu setengah hari ya kak Tuty. Ini didaerah Turen
DeleteBolak balik ke Malang, belum pernah ada yang info tentang Masjid Jin. Penasaran euy, rencana nya doakan waktu dekat no ke Malang lagi, kudu disempatkan mampir nih
ReplyDeleteEnak yaa kalo cowok bisa jalan sendiri tinggal cari tumpangan tanpa rasa takut hhe, btw saat ini hanya jadi wisata religi atau masih jadi ponpea dan masih ada santrinya? Terus ko ada kolam renangnya, apa itu bisa juga dipake untuk umum?
ReplyDeleteMasih ada santrinya, karena ini memang ponpes.
DeleteKolam renangnya tidak untuk berenang, ada tulisan larangannya soalnya.
Pertanyaanku sama dengan mba airin, terus ngebolang nya sendirian aja nih mas??
ReplyDeleteYes. Kemarin sendiri. Ini pun iseng setelah muncak dari Semeru, tim lain sudah pulang naik kereta. Saya mah extend sehari.
DeleteOh ini pesantren ya, selama ini mikirnya masjid
ReplyDeleteYes. Bener. Ini pesantren
DeleteOwalaah ini tuh pompes ya.. bagus banget bangunannya. Duh pengen kek bang taumy, bisa backpackeran sendirian, trus numpang2 gitu. Seru banget.
ReplyDeleteHahaha. The Next Trinity kayanya nih si Leni
DeleteIni keren banget sih masjidnya! Tempat ibadah sekarang bisa buat spot foto juga ya hehe
ReplyDeleteIya. Makanya orang kesana untuk menikmati wisata religi.
Deletebanyak spot menarik ya bang, jangan jangan aku betah nih lama-lama disini. dari subuh smpe isya. hehe
ReplyDeleteHahaha. Hampir tiap lantai, spotnya beda2.
DeleteIni dari mana asal kata jinnya yah, ko ga nemu. Namanya unik masjid jin wkwkwk.
ReplyDeleteHahaha, penterjemahan masjid jin tersirat dibagian akhir.
DeleteWah baru Tau ternyata itu ponpes. Kayanya instragramable bgt ya kak
ReplyDelete