“Ah, pagi yang menawan” ujarku
dalam hati.
Nuansa Pagi Panti Tambu |
Tidak lama berselang, aku
putuskan untuk mulai berjalan dibibir pantai, menikmati pagi dengan aktivitas
para nelayan sekitar yang baru pulang dari laut membawa ikan hasil tangkapan
semalam. Aku masih punya waktu sekitar sejam sebelum bertemu dengan nahkoda
kapal yang akan mengantarkanku ketujuan utama, selain pasir putih di pulau
seberang.
Sebelum berangkat, segala
persiapan dilakukan. Mulai dari perbekalan air minum, makanan sampai pengecekan
bahan bakar, semua harus diperhatikan.
“Ngana dorong jo dulu itu
katinting, kita ba kajar air surut ini”, kata nahkoda kapal yang akan
mengantarkanku dengan dialek khas Sulawesi Tengahnya.
Dengan hitungan, “satu-dua-tiga”,
maka kami serentak mengeluarkan tenaga, mendorong “katinting” ke bibir pantai
dan memastikannya sempurna melayang di permukaan air. Di Sulawesi, khususnya
Sulawesi bagian selatan sampai tengah, katinting merupakan sebutan perahu
nelayan dengan sepasang capit dikiri dan kanan perahu sebagai penyeimbang.
“Katinting” ini yang akan kami
gunakan menuju “Batu Lakulu”, sebuah pulau berkarang yang hanya timbul ketika
air surut, berjarak waktu sekitar 30 menit dari Pantai Tambu. Di kalangan suku
Kaili, pulau ini termasuk yang dikeramatkan, banyak mitos beredar terkait
keberadaan batu lakulu, salah satunya adalah “kisah seorang pemuda yang
menyelam di pulau ini dan tak kunjung muncul setelahnya”. Kisah ini pun
kemudian tersebar, yang menganggap bahwa pemuda tersebut adalah penjaga batu lakulu
dibawah laut sana. Tetapi dibalik semua cerita itu, pulau ini menyimpan keindahan
tersendiri yang jarang terekspos oleh warga sekitar. Hal ini yang membuat rasa
penasaranku memuncak dan hari ini, aku ingin menyaksikan sendiri keindahan yang
tersembunyi dibalik mitos batu lakulu.
Batu Lakulu dari kejauhan |
Selain bentuk pulaunya unik,
menyerupai payung di permukaan, pulau ini pun memiliki pemandangan bawah laut
yang luar biasa menawan. Awalnya, pulau ini tidak tampak dari kejauhan, tetapi
lama-kelamaan sebuah titik kecil mulai terlihat berwarna coklat kehitaman,
kontras dengan birunya laut yang mengelilinginya. Seiring dengan mendekatnya katinting
titik kecil ini semakin membesar membentuk sebuah pulau. Hampir keseluruhan
pulau tertutupi pecahan karang mati akibat proses alam. Sesekali ombak-ombak
kecil pecah menerjang batu lakulu.
Free Dive di Batu Lakulu |
Layaknya sebuah pulau kecil di tengah
laut, batu lakulu sempurna melayang di atas air dengan ukuran yang tidak lebih
luas dari lapangan bola. Pulau ini pun, sudah memberikan kesan berbeda dengan
pulau timbul sebelumnya yang sempat dikunjungi disekitar kepulauan Karimun Jawa.
Jika disana pulau timbulnya tertutupi oleh pasir putih, sangat berbeda dengan batu
lakulu. Pulau timbul ini, hampir 75 persen terdiri atas pecahan karang
berpuluh-puluh atau bahkan beratus-ratus tahun lalu terkumpul dan membentuk
pulau yang menyerupai payung jika dilihat dari bawah air.
Puas berkeliling di atas pulau,
akupun memutuskan untuk mulai mengeksplor dunia bawah lautnya. Menggunakan
kacamata renang buatan warga pesisir yang memanfaatkan batang kayu mangrove dan
dibentuk sedemikian rupa, menyerupai kacamata. Tidak butuh waktu lama, setelah
mata ini terlindungi oleh kacamata renang tradisional, hanya sekian detik maka kemudian
badan ini sempurna menyelam di bawah air. Berenang bebas kesana-kemari, sambil mengagumi
terumbu karang berbentuk sekumpulan
bunga kaku di dasar laut. Sesekali, ikan berbagai warna pun menghampiri kemudian
kembali menjauh bersembunyi dibalik karang. Aku pun takjub, kembali tetap
berenang ke dasar laut, semakin menjauh dari pulau ini, maka karang yang ada
pun tumbuh semakin miring terhadap daratan pertanda kedalaman laut sudah
bertambah dan tepat diujung populasi karang, aku pun berhenti. Berenang terdiam
menikmati hening dan beningnya air laut yang dihiasi sekumpulan karang berwarna
putih abu-abu.
Dalam hati, aku berucap, “inilah
keindahan yang tersembunyi itu, dunia bawah laut yang menawan dengan karang tersusun
rapi layaknya kipas”. Sebuah perpaduan unik dari pulau karang berbentuk payung,
ikan warna-warni yang malu-malu dan terumbu karang dengan karang kipasnya.
Hingga akupun berdoa, agar kelak batu lakulu tetap seperti ini terjaga alami
oleh alam, meskipun suatu saat nanti akan menjadi tujuan wisata domestik yang
berjarak 148 kilometer dari Kota Palu, Ibukota Sulawesi Tengah.
Hebat pemandangannya, bisa free dive lagi...
ReplyDeleteIya kak, jika ingin berkunjung kesini, silahkan berkabar. Bisa free tempat tinggal.
DeleteFoto pantai yg menawai saat pagi hari di palu bener2 menyentuh saya. Pemandangan yg eksotis..
ReplyDeleteJadi ingin travelling kesana bang.
Berkabar saja, jika ingin kesana. Dalam blog ini pun ada beberapa destinasi wisata. Siapa tahu tertarik untuk mengunjunginya.
DeleteGilaak ini Bagus banget tempatnya. Belum terekspose ya ? Jadi pengen kesini heheh
ReplyDeleteIya kak Didy, silahkan mampir kesini. Mungkin hanya sekedar melihat matahari terbit dan free dive
DeleteDuh, bagus banget ya. Talif fotonya kurang banyak nih.
ReplyDelete