MASIGNASUKAv102
1508570391356967755

Baluran Banyuwangi: Sabana di Ujung Timur Pulau Jawa

Baluran Banyuwangi: Sabana di Ujung Timur Pulau Jawa
Add Comments
13 July 2018
Langit sudah tidak sebiru pagi tadi, saat sepeda motor hasil penyewaan di Karangasem pagi ini melaju melintasi Wongsorejo menuju Baluran Banyuwangi. Sesekali, aspal jalanan tampak lembap berganti kering. Di jalur yang dilintasi, atap rumah warga  masih menyisakan tetesan air yang tak seberapa, membekas di tanah lembab dengan sedikit genangan di permukaannya. Udara panas, seakan menjauh terhempas angin, meskipun waktu menunjukkan pukul 12.45 siang.
 
Sabana Bekol
Peta Taman Nasional Baluran Banyuwangi

Belum 10 menit berlalu meninggalkan Curahuser, bunyi mesin sepeda motor beradu dengan bunyi air mengenai helm. Mawas terahlikan ke depan, untuk memastikan, apakah hanya sesaat atau menyeluruh. Langit pun sontak menjadi kelabu. Jarak pandang  mulai terbatas, akibat derasnya aliran air di kaca helm. Tak ada pilihan, selain berteduh, lengkap bersama jas plastik transparan yang sudah membalut badan. Dia tidak mampu lagi menahan gempuran air dari langit, dan sekarang motor pun benar-benar berhenti sempurna, didepan kios penjual alat pancing. Kami pun berdua berlari meneduh di bawah atap kios, setelah memastikan mesin motor berhenti sempurna. Perjalanan pun terhenti sementara menuju Baluran Banyuwangi.

“November Rain”, kali ini ditemani rintiknya aku mengingat lagu itu. Lagu karya Guns N Roses yang sempat hits tahun 90’an sekaligus peraih MTV tahun 1992. Air dari langit pun semakin deras, kami menanti reda diselingi bincang ringan dengan sesama para peneduh lainnya.

Sepuluh menit berlalu, belum ada pertanda derasnya air ini akan berkurang. Beberapa onggokan sisa aktivitas pasar sudah mulai terurai oleh terpaan aliran air di permukaan tanah dan aspal. Berpindah dari tumpukan menggunung menuju muara aliran air akan berhenti. Tidak banyak kendaraan berlalu lalang, hanya beberapa pengendara motor yang nekat tanpa menggunakan jas pelindung sebagai pencegah  tubuh tidak basah.

“Lif titip dompet ya” teman perjalanan ku segera menyerahkan dompet kulit berwarna coklat dan segera ku letakkan di kantung kiri bagian belakang celana, bersebelahan dengan dompet ku.

Lima belas menit berlalu, masih sama. Sekarang, tumpukan onggokan itu sudah nyaris tak bersisa lagi, sudah benar-benar terhambur di permukaan tanah beraspal. Warna-warninya menghiasi permukaan jalan yang tadinya berwarna hitam legam. Perbincangan pun sudah mulai beralih tentang ketidak menentuan musim. Kini siklus harian sulit untuk diprediksi bagi masyarakat awam. Syukurlah, sekitar 22 menit berlalu, perlahan tapi pasti derasnya air sudah melambat. Hanya menyisakan rintik dengan intensitas tak seberapa.
Baluran Banyuwangi
Gerbang Baluran Banyuwangi

Inilah saat tepat untuk melanjutkan perjalanan menuju Sabana Bekol, menerabas lembapnya aspal jalanan. Mengatur kecepatan motor agar tetap dalam kendali, dan masih menggunakan jas plastik berwarna. Di ujung langit sana, batasnya sudah mulai jelas. Setidaknya harapan untuk menikmati tujuan travelling kali ini masih ada.

Akses Menuju Baluran Banyuwangi


Gerbang selamat datang berwarna hijau menyambut hangat. Di depannya, simbol taman Nasional berlatar gunung dan kerbau pun ingin berkata bahwa tujuan sudah semakin dekat. Sepintas terlewati tulisan, “Alam bersahabat dengan yang ramah padanya”. Kalimat sederhana dengan makna tersirat luar biasa penting. Kalimat edukasi, nasehat dan sekaligus perintah untuk bersahabat dengan alam. Kalimat ini terngiang hingga tempat pembelian tiket.

Selepas membeli tiket masuk, perjalanan berlanjut lagi. Jalan bebatuan dengan rangkulan pohon mengapit sekarang menggantikan posisi jalan aspal hitam pekat. Di sisi kiri dan kanan jalan tampak dengan jelas, jalur khusus bertanah liat seakan memberikan instruksi bahwa kendaraan bermotor sebaiknya melintasinya, untuk menghindari ketidak-beraturan kerikil di sisi tengah jalan tanpa aspal. Tidak mudah memang untuk melintasi jalan ini, kecepatan 10 dan 20 kilometer per jam menjadi standar acuan untuk mengurangi getaran berlebih dari jok motor. Dampaknya, perjalanan sepanjang 10 kilometer ditempuh lebih dari setengah jam sebelum pemandangan jalan berganti.

Baluran Banyuwangi
Sabana Bekol-Taman Nasional Baluran Banyuwangi

Keindahan Baluran Banyuwangi

Seketika mata terbelalak, padang rumput nan luas terhampar di kiri jalan. Musim penghujan membuat rumputnya menghijau, bukan lagi kuning kering. Bekol, begitulah nama dari Sabana ini menjadi bagian dari Baluran Banyuwangi. Sangat jelas tertulis di papan nama di kanan jalan, ketika pemandangan itu berganti. Bilah-bilah papan, mencetaknya dengan jelas, sebagai penanda selamat datang.

Di salah satu sudut, pohon sempurna berdiri sendiri, peneduh di tengah sabana nan menghijau. Tidak jauh dari pohon itu, ada semak belukar membentuk kolam lumpur hitam pekat. Dari situ lah sesekali binatang bertanduk sepasang purnama berhadapan mulai bermunculan. Begitulah kesan pertama sebelum motor diparkirkan.

Baluran Banyuwangi
Sabana yang menghijau-Taman Nasional Baluran


Rasanya tidak ingin membuang-buang waktu atas penawaran panorama di depan mata akan keindahan Sabana Bekol. Setelah peregangan kecil, kaki sudah teralihkan begitupun dengan tatapan mataku dengan mantab tertuju ke sepasang tiang vertikal beratapkan daun. Di bawahnya, sejumlah tengkorak kepala banteng bergantungan. Tampak rongga-rongga kosong disekitar tengkorak, menandakan tuanya umur tengkorak. Tidak muncul rasa ngeri melihatnya, bahkan keberadaan tengkorak ini menjadi penyempurna daya Tarik Sabana Bekol.

Baluran Banyuwangi
Tengkorak Kepala Banteng di Sabana Bekol


“Sore menawan” ungkapku dalam hati meskipun langit berwarna kelabu. Malah, nuansa ini memberikan pengalaman berbeda. Batas warna mempesona, antara langit, sabana dan gunung Baluran di belakangnya. Tak berhenti disitu, pesona itu terus berlanjut, dari balik gundukan tanah di depanku, secara perlahan, sekawanan kijang keluar dari peraduannya. Tanpa perlu adanya komando, mereka terus bergerak bergerombol.

Mungkin benar adanya, julukan itu “little Africa”. Dari sini nuansa Afrika terasa dengan kental, dari hamparan sabana hingga liarnya kehidupan flora dan faunanya. Tak ada lagi, hutan beton seperti setiap hari kutemui di Ibukota. Sekarang benar-benar padang rumput nan luas. Semua sudah terbayarkan dengan panorama yang terhampar di depan mata. Hingga sore datang menyapa, kami harus segera beranjak, meninggalkan sabana sesegera mungkin. Langit pun kembali kelabu, sudah saatnya berpisah dengan Sabana Bekol yang mempesona. Perjalanan kali ini menyisahkan memori indah, meskipun langit tampak kelabu. Semoga suatu saat nanti, bisa kembali ke Bekol dimusim yang berbeda.
Baluran Banyuwangi
Panorama yang ditawarkan di Taman Nasional Baluran Banyuwangi


Talif

Saat ini selain sebagai blogger juga bekerja sebagai technical team khususnya dalam dunia kimia perminyakan.

  1. Walaupun belum pernah ke Afrika. Tulisan kakak sukses membuat saya pengen banget ke 'Little Afrika' mode on dan membayangkan Bagaimana eksotisnya savana di Afrika sana....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih sudah mampir kak. Sabana Bekol memang punya daya tarik tersendiri disetiap musimnya. Ingin coba di musim kemarau

      Delete
  2. Walaupun belum pernah ke Afrika. Tulisan kakak sukses membuat saya pengen banget ke 'Little Afrika' mode on dan membayangkan Bagaimana eksotisnya savana di Afrika sana....

    ReplyDelete
  3. Cerita perjalanan yang dituturkan dengan gaya bahasa yang menarik. Saya seketika seperti langsung terhisap dan berada di Taman Baluran ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih kak Maria. Jika kesini jangan lupa dengan kondisi fit ya.

      Delete
  4. Nice story mas, meskipun bagi saya endingnya agak antiklimaks.. 😂😂✌️🏽

    Pesan yg saya tangkep dari cerita ini adalah:
    1. Jangan naruh 2 dompet di saku belakang celana
    2. Jangan lupa pake aplikasi fintech seperti Digibank

    Sekarang ini yg penting bukan hanya kartu cashless, tapi juga cashless lewat aplikasi smartphone.. 👌🏼

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pesannya tertangkap dengan baik. Terimakasih kak Deny sudah mampir

      Delete
  5. Menaruh telur di banyak keranjang memang sangat bermanfaat buat jaga-jaga klo keranjang yang satu ga ada, bisa menggunakan keranjang yang lain. Eh kok jadi ngomongin keranjang telur, wkwkk

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha. Kak Maya menggunakan perumpamaan, semoga yang baca paham 😀

      Delete
  6. Sabana dan juga faunanya di Baluran memang serasa di Afrika.

    BTW, kalimat puitisnya jangan terlalu banyak lah. Pusing awak ini bacanya...
    Yang berlebihan itu tidak baik lho, wkwkwkwk...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha...Sabar ya, yang penting pesannya masuk 😀

      Delete
  7. Ga kebayang keilangan dompet di perjalanan seeprti itu bang. Untung ada solusinya yaaa. Selama ini sih aku juga selalu ngandalin uang tunai dan kartu ATM. Jadi ngebayangin kalo kondisi itu ada di aku. Paling opsi terakhir jual barang atau ngamen hahahaa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya kak. Makanya sekarang, aplikasi seperti ini sangat membantu

      Delete
  8. Congratulation sudah menjadi Pemenang Blog Kompetisi Digibank - AT Caravan Kota Jakarta dan Jogjakarta

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih, tapi saya malah tidak tahu informasinya.

      Delete
  9. Itu apa benar kehilangan dompet secara bersamaan begitu wkwk. Asik sih cerita perjalanannya jadi kepingin coba hehe.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ada sedikit modifikasi kak diakhir cerita. Siip, semoga bisa ke Bekol dengan segera.

      Delete
  10. MasyaaAllah kern banget min. Dari kemarin padahal saya tuh nungguin banget karena renca nya emang mau ke temat ini. Cuma akhirnya saya jadi berangkat ke Sri Lanka bareng keluarga. Next deh hehehe Thanks infornya

    ReplyDelete